ADA MAKANAN DI GERBANG SUMETERA
Kata orang senusantara kita ini adalah pintu gerbang sumatera
Sebagai gerbang, kita tak punya apa apa kecuali
Kopi, keripik dan sambel
Buah tangan pembuka pintu rumah masing-masing sepulang melewati pintu gerbang
Padahal kita punya kaganga dan bahasa
Sayangnya Cuma bergema di kertas ulangan muatan lokal sebagai penambah nilai rapor
Tidak di pasar, mall, apalagi di kantoran
Kita punya tari sembah yang ditampilkan saat menyambut pejabat
Kita juga punya tapis itupun dipakai saat cakak pepadun
Kita juga punya dadi, pisaan dan ringget yang Cuma bersenandung di studio RRI
Orang senusantara Cuma kenal kita sebagai si kopi, sebagai si keripik, dan si sambel
Wajar jika di tivi tak ada dialek Lampung-Indonesia
Wajar jika para pejabatmya menyatakan dengan bangga bahwa kita sebagai salah satu propinsi miskin di nusantara
kita Cuma dikenal sebagai si makanan,
Bukan sebagai orang
Sebagai makanan tugas kita memang untuk di makan
Tugas kita hanya cari makan sebelum dimakan
Tidak perlu berpikir untuk sebuah kebanggan
Sebagai orang Lampung!
Salah satu Mozaik di Nusantara ini beringsut untuk menjadi makanan orang se nusantara
Maukah kita?
Tentu saja Tidak
“CATATAN KAKI SEORANG ZULQORNAIN UNTUK PANGGUNG PENYAIR INDONESIA”
BERANGKAT DARI KETRAMPILAN MERANGKAI KATA MENJADI KALIMAT BERMAKNA KESAKSIAN SEORANG ANAK ADAM DALAM MENGGELUTI TARIAN KEHIDUPAN YANG DIJALANINYA BERSAMA MATAHARI DAN BULAN YANG MEMAYUNGINYA, MAKA JADILAH SEPENGGAL PUISI
SAMPAI DISINI TUGAS SEORANG PENYAIR!
KETIKA BATU PUISI DIILONTARKANNYA KEMEDIA AGAR KARYANYA DIBACA PUBLIK SEKETIKA PUISI ITU MENJADI MILIK PUBLIK
KESAKSIAN SANG PENYAIR TIDAK LAGI BERMAKNA TUNGGGAL, SEPENUHNYA TERGANTUNG DARI KEMAMPUAN DAN KEMAUAN SANG PEMBACA DALAM MENYIMAK KARYA SANG PENYAIR
AGAR BATU PUISI YANG DICIPTANYA MAMPU BIKIN BENJOL PERASAAN SANG PEMBACA, JELAS DIBUTUHKAN PIHAK KETIGA UNTUK MEMBERI MAKNA DAN MEMBERI NYAWA PADA BATU ITU, DISINILAH PERAN PARA DEKLAMATOR DAN DEKLAMATRIS PUISI, SEBAB MEREKALAH YANG MENGKOMUNIKASIKAN KEPADA KHALAYAK PEMBACA BAHWA BATU ITU BERMAKNA!
3
KETIKA SEORANG EDI DENGAN LDL-NYA EKSIS, KONSIS DAN KONFIDEN DITENGAH GEMPURAN BUDAYA INSTAN DAN MALL UNTUK MENIMPUKI PUBLIK BANDARLAMPUNG DENGAN BATU-BATU PUISI , SAYA BANGGA, BERSUKUR DAN SALUUT ATAS KERJA KERASNYA YANG MELAHIRKAN PARA DEKLAMATOR/DEKLAMATRIS HANDAL SEKALIGUS MEYAKINKAN KITA BAHWA DUNIA SASTRA BANDARLAMPUNG AKAN TERUS BERKUMANDANG SAMPAI KAPANPUN
TRADISI LOMBA & BACA PUISI YANG DIKEMBANGKAN EDI BERSAMA LDLNYA TIDAK HANYA BERKUTAT DI HABITAT SENI, TAPI JUGA MERAMBAH SAMPAI KE GEDUNG DPRD
TERIMA KASIH, BUNG EDI & LDL
BAGAIMANAPUN, SANG PENYAIR HARUS BERTERIMA KASIH KEPADA PARA DEKLAMATOR/DEKLAMATRIS, SEBAB MEREKALAH YANG MEMBERI NYAWA THDP KARYA TEKS SANG PENYAIR
SEBAB KETIKA BATU DIPENTASKAN, BATU ITU HRS DIKEMAS-DISAJIKAN DENGAN ATURAN SUATU PAGELARAN,
UNTUK KE DEPAN, MARI KITA TINGGGALKAN TRADISI BACA PUISI SEKEDARNYA YANG HANYA MEMBUAT ACARA BACA PUISI MENJADI ONANI
PENYAIR DAN DEKLAMATOR IBARAT KOMPONIS DAN BIDUAN DAN LDL ADALAH DIRIGENNYA
UNTUK KE DEPAN HENDAKNYA LDL DPT MEMBERI TEMPAT TERHADAP SASTRA LISAN LAMPUNG: PISAAN, BUBANDUNG, CANGGET, WARAHAN MAUPUN WAWANCAN, YANG KINI TAMPIL DI BANDARLAMPUNG CUMA LEWAT MEDIA AUDIO RRI TANJUNGKARANG DAN CUMA SEKALI YANG TAMPIL SECARA VISUAL DALAM PERTEMUAN 2 ARUSNYA JUNG FOUNDATION
PADAHAL SASTRA LAMPUNG TUMBUH SUBUR DAN BERKEMBANG PESAT DISEANTERO BUMI LADO NAMUN MENJADI ASING JUSTRU KETIKA MASUK IBUKOTANYA LAMPUNG: BANDARLAMPUNG YANG KINI SUDAH BERUSIA 323 TAHUN
ANDAI LDL MAMPU MENGEMAS SASTRA LAMPUNG DENGAN PENATAAN PENTAS YANG MAKSIMAL, SAYA YAKIN LDL AKAN MENJADI DUTA SASTRA LAMPUNG YANG MELANGLANG KE MANCA NEGARA, KARENA WARISAN BUDAYA KITA UNIK DAN SPESIFIK, SUDAH WAKTUNYA MANCANEGARA TIDAK HANYA MENGENAL TARI LAMPUNG TAPI JUGA SASTRA LAMPUNG, PUAKHI!
SAYA BERHARAP BANYAK TERHADAP PANGGUNG PENYAIR INDONESIA YANG KITA GELAR INI TIDAK CUMA SEKEDAR AJANG PENTAS PARA PENYAIR TAPI JUGA MUNCULNYA SILATURAHIM YANG TULUS ANTAR SESAMA SENIMAN UNTUK MEMPERKUAT KEINDONESIAAN KITA,
TERIMA KASIH!
PUISI-PUISI
CATATAN PAGI SEORANG PENGANGGUR
Mega putih dilingkung mendung
Mendinikan gigil berkepanjangan
Mentari memucat, sinarnya jatuh di punggung bukit
Pada Mega putih terpampang lukisan abstrak tentang aku
Yang tak pernah jadi aku
Kulesatkan cakra menghujam dada mentari
Pucatnya hilang merahnya kini ganti menerjang
Menelanjangi wajahku yang selalu bertopeng
Mega putih tegar menantang awan
Dalam tegarnya berkabar duka
yang tak pernah selesai
(Telukbetung, 1979)
DIRGAHAYU INDONESIA
65 TAHUN SUDAH KITA HIDUP DI ALAM KEMERDEKAAN
BEBAS DARI BELENGGU SANG PENJAJAH
BEBAS DARI KEKEJAMAN SANG TIRAN
BERKAT DARAH DAN AIR MATA PARA PAHLAWAN
YANG RELA KORBANKAN HARTA DAN NYAWANYA
DAN KINI REBAH BERKALANG TANAH DIHARIBAAN
IBU PERTIWI
TERIMA KASIH PAHLAWAN
KAMI KAN TERUSKAN JEJAK JUANGMU
UNTUK MEMERDEKAKAN DIRI KAMI SENDIRI
DARI BELENGGU KEMISKINAN
DARI JARAHAN KEBODOHAN
ULURKAN TANGANMU HAI ORANG MUDA
MARI BERSAMA SATUKAN DERAP LANGKAH KITA
MENUJU HARI DEPAN CEMERLANG
DENGAN KERJA KERAS
DENGAN KEMAUAN BAJA
AGAR KELAK KITA DAPAT TUMBUH BERSAMA
SEBAGAI ANAK BANGSA YANG DIGJAYA
DIRGAHAYU INDONESIA
TERIMA KASIH IBU PERTIWI
AMANKAN TEKAD KAMI
AMINKAN BAKTIKU!
(KEDAUNG, 03 AGUSTUS 2005)
LEBANON
Oleh Asaroeddin Malik Zulqornain
Semua telah basah berkubang dendam
Saling jual tikam digenangan doa
Demi atas nama kebebasan yang gaib
Pinta purba tanpa zaitun di tangan
Air mata hilang muara
Kata hati adalah picu senjata
Berbagi lara lebih dipandang mulia
Demi atas nama kepongahan yang membara
Lebanon......, requiem yang papa
Disana ada dongeng canggih tentang
Manusia yang tetap purba
Darah, air mata.,porak poranda
Adalah kata kunci yang sakti
Untuk sepotong kebebasan yang gaib
Sia sia dosa di jaja
Sia Sia Doa di taja
Dia yang Maha Rebah Membumi
Menggumpal di laras picu
Siaga berbagi duka
Sesamanya
(2006)
“SILATURAHIM”
SILATURAHIM ADALAH KEMAH IMAN
TEMPAT PARA MUSAFIR
DATANG MELETAKKAN TEROMPAHNYA
DUDUK BERKELILING
MELEPAS KESENDIRIAN DAN SEPI
SAMBIL MEREGUK ZAMZAM PERSAHABATAN
YANG SALING ASIH
ASAH
DAN ASUH……..
SILATURAHIM ADALAH PADANG TERBENTANG
TIADA JARAK
TIADA PERBATASAN
DIMANA AKU BUKAN AKU
KAU BUKAN KAU
TAPI KAU DAN AKU ADALAH KITA
YANG SEOLAH TERCIPTA
DARI RAHIM IBU YANG SATU
SILATURAHIM ADALAH JEMBATAN
MEMBANGUN HARI DEPAN
DALAM GAPURA MAGHFIRAH
BERGELIMANG DIAN KEARIFAN
DALAM JIWA SETIAP INSAN
“ROHMATAN LIL ALAMIN”
Kedaung, 13 september 2005
MARHABAN YA RAMADHAN
MARHABAN YA RAMADHAN
DI BAWAH MATAHARI KITA TITI LAKU DIRI
TANPA ERANG DAN TIFA BIRAHI
BERSAMA MATAHARI KITA ARUNGI
MEDAN HARI BERSELENDANG SHAUM
MUNAJAH KAMI PADAMU YA ROB
MARHABAN YA RAMADHAN
MARHABAN YA ROBBUL JALIL
SAAT FITRAH IMAN INSANI
DIUJI DAN DIPUGAR
DALAM GELINJANG TARAWIH BERGELIMANG TADARUS & TAHAJJUD
DITINGKAH GEMA ZIKIR BERTABUR TAKBIR
UPETI KAMI PADAMU YA ROB
MARHABAN YA RAMADHAN
MARHABAN YA ROBBUL JALIL
JADIKAN KEFANAAN KAMI BERMANDIKAN SABAR
DAHAGA KAMI BERMAHKOTA KEIKHLASAN
ISRO’ KAMI BERGELIMANG KERIDHOAN-MU
MIKRAJ KAMI MEMUJA KE-ESA-ANMU
MENITI GAUNG GAIB FIRMAN-FIRMANMU
TERIMALAH SHAUM KAMI YA ROB
(KEDAUNG, 23 SEPTEMBER 2005)
KETIKA JUKUNG BERGANTI NAKHODA
KETIKA JUKUNG “TUT WURI HANDAYANI”
YANG TIANG LAYARNYA BERKIBAR PANJI-PANJI: CERDASKAN BANGSA - BEBASKAN ANAK NEGRI DARI BELENGGU KEBODOHAN
BERGANTI NAKHODA DI HARI VALENTINE
ADA GELINJANG ASA DAN UNTAIAN KENANG
MENGHARU BIRU LAUT JIWA KAMI…
SELAMAT JALAN BAPAK ARMANSYAH SINGAGERDA
TUNAI SUDAH TUGAS BAPAK MENAKHODAI KAMI
TERIMA KASIH UNTUK SEMUA TUAH, TUNTUN DAN TULUS BAPAK KETIKA MEMANDU KAMI
MAAFKAN SEGALA KHILAP DAN ALPA KAMI
MOGA DI JUKUNG YANG BARU KELAK, BAPAK KAN DAPATKAN BERKAH DAN HIDAYAH-NYA, AMIEN
SELAMAT DATANG BAPAK HERMANSYAH MURP
KAMI YAKIN, SELAKU SANG NAKHODA BARU YANG BERSELEMPANGKAN SEMANGAT:
“DEMI-MU LAMPUNGKU PADAMU BAKTIKU”
TENTU AKAN MENGEMUDIKAN JUKUNG INI DENGAN NUANSA ASIH, ASAH DAN ASUH
MEMANDU KAMI
MELAYANI PARA PAHLAWAN TANPA TANDA JASA DAN ANAK DIDIK RUWA JURAI MELINTASI SAMUDERA BIROKRASI YANG PENUH ONAK DAN DURI,
DENGAN SELAMAT SEJAHTERA
DEMI MERAIH KEBANGKITAN LAMPUNG DI HARI DEPAN
DEMI MENGGAPAI CITA HARI DEPAN LAMPUNG NAN GEMILANG!
SELAMAT PAGI PANCASILA
Burung garuda di Khatulistiwa terbang
Membela langit dengan setia
Perisai di dadanya, membuat Garuda kian perkasa
Dan berwibawa
Perisai pada dadanya meyakinkan garuda
Bahwa takkan ada burung lain yang sanggup
Menggantikan tempatnya
Mengawal Khatulistiwa
Telah begitu sering badai dan topan dating melanda
Telah bertubi tubi petir dan halilintar dating menggelegar Menemaramkan lagit persada
Dengan mata menyala
Sayap dikembangkan paruh dikuakkan dan dada dibusungkan
Garuda maju dengan garang, meranggas mengcengkram menerjang
Dan Garuda selalu keluar sebagai pemenang
Panji panji pada dadanya
Terlampau sakti untuk dikangkangi
Panji panji pada dadanya
Bersepuh darah dan air mata digali
Dari belantara zamrut Khatulistiwa
Panji panji pada dadanya berurat berakar di tubuh persada
Selamat Pagi Pancasila
Dada Garuda adalah rumahmu
Adalah rumahku
Adalah rumah kita
Tempat sekalian sungai kehidupan bermuara
Tem[pat sekalian bulan kehijauan bersarang
Tempat seluruh putra bangsa membenamkan wajahnya dalam-dalam
Kau adalah potret cita setiap anak adam
Selamat Pagi Pancasila
Hakimi aku dalam gita sukmamu
Waduhkan hari hari lalu dengan senyuman
Satukan aku dalam mega saktimu
Diamkan medan waktu yang rancu
Selamat Pagi Pancasila
Aminkan imanku
Amankan Baktiku
Selamat Pagi Pancasila
Makmurkan adilmu
Adilkan Makmurmu
Selamat, selamat Pagi Pancasila
Wajahku kini sanggup menatapmu dengan senyuman
Dan
Garuda Khatulistiwa menatapku
Penuh persahabatan
Bandarlampung, 1985
ULURKAN TANGANMU ORANG MUDA
Cakrawala sibuk dibenahi, kini
Tangan-tangan cekatan, putra putra bangsa
Merubah mimpi jadi kenyataan
Membuat tidur tak nyenyak lagi
Ada yang terlupa dan dilupakan
“Mistri terciptamnya Borobudur dulu”
Ada yang tercemar dan dicemarkan
“Hijaunya gunung, birunya laut”
Ada yang terjatuh dan dijatuhkan
“Kharisma kita si orang muda”
Bangkit, Bangkitlah Hai Orang muda
Sematkan citra borobudur di dadamu
Temukan pernik pernik yang hilang
Bangkit-bangkitlah hai orang muda
Rekatkan citra kehijauan dalam wajahmu
Tembangkan nyanyian alam
Bangkit bangkitlah hai orang muda
Nyalakan citra dua lapan di setiap langkahmu
Jadikan suluh penerang
Ulurkan tanganmu hai orang muda
Pada borobudurmu
Pada hijaumu
Pada sumpahmu
Peranmu makin menulang, kencanmu kian dibutuhkan dipersada ini
Hijau hijaulah bulan
Luruhkan kalbu duka ini keharibaan bumi ibu
Telukbetung, 1980
Rabu, 19 November 2008
KOLAM PUISI
Diposting oleh Mandok Lampung di 20.05
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar